Friday, April 15, 2005

Gua belum pernah nikah Coy!

Kembali ke jaman SMA dulu, seorang guru biologi menekankan bahwa rambut berbeda dengan bulu. Katanya, spesies mamalia hanya mempunyai rambut yg tumbuh men(t)unggal. Sedangkan bulu hanya dimiliki oleh unggas yg tumbuh menjari. Jadi, kita manusia sebagai mamalia hanya mempunyai rambut. Saya, dan mungkin juga anda, biasanya menggunakan istilah bulu untuk rambut-rambut yg tumbuh pada bagian muka, dada, perut, kelamin, dan kaki. Menurut sang guru, itu adalah salah berdasarkan ilmu biologi yg seharusnya dijadikan acuan.

Dalam kelas biologi, sang guru dibenarkan untuk mencoret kucing sebagai binatang berbulu. Tapi dalam konteks ilmu-bahasa-sehari-hari, bulu kucing iya tetap bulu kucing, yg panjang meruncing tumbuh dari lapisan kulit kucing. Akan terkesan sedikit-dipaksakan bila harus menyebutnya rambut kucing. Tapi ajaibnya, ketika kita menemukan bulu kucing atau bulu dada di seonggok makanan, penggunaan istilah rambut kembali menjadi benar dengan teriakan "Ada rambut di makanan saya"

Dalam ilmu spesialisasi saya, joint artinya bagian yg terbelah. Tapi dalam ilmu ekonomi dan kamus umum lainnya, joint diartikan sebagai dua, tiga atau lebih komponen yg bersatu. Contohnya ekstrim, lebih terspesialisasi, untuk lebih menekankan bahwa ujung-ujungnya benar dan salah tergantung ruang pembicaraan, terlebih dalam ruang tersebut ada sebuah kesepakatan yg boleh jadi tertulis tapi bisa juga tidak.

Mirip tapi tak sama, ternyata dalam percakapan tukar pendapat pun kita selalu berbenturan dengan perbedaan kerangka berpikir. Ini lebih penting dari sekedar polemik istilah di atas. Istilah hanyalah kata ganti sesuatu agar lawan-bicara mengerti apa yg ingin disampaikan oleh pembicara, tapi kerangka berpikir adalah kata ganti diri yang secara tidak langsung menunjukan dimana saya dan anda berdiri. Yg nyatanya saya di sini anda di sana hehe. Maksud saya seperti ini, ketika seseorang harus sesegukan "Untuk apa gua nikah kalau begini jadinya. Gua mau divorce." Seandainya tujuan percakapan itu berujung ke mari berdiskusi tentang kelakuan istri yg begini dan begitu, boleh-boleh saja dilanjutkan, karena paling tidak saya bisa menanggapi sejauh kerangka berpikir yg apa mau dikata teoritis juga. Tapi kalau tujuannya dilema pengambilan keputusan divorce, maaf saya tidak bisa memberikan sumbangan tanpa seijin RT/RW hehehe. Serius nih serius. Pertama, saya beragama, kamu beragama, yg sialnya berbeda paham (baca: perbedaannya yg sial bukan agamanya). Kedua, gua belum pernah nikah Coy!

Sunday, April 03, 2005

PETIR



Dewi Lestari Simangunsong, anak kolong, pernah pacaran sama –delette–, punya kakak kandung bernama Imel, dulu tinggal di jalan –delette– dengan nomer telepon –sumpah! gak tau–. Semua gosip itu saya peroleh bukan dari kabar-kabari, tapi dari bonyok yg rajin ikut arisan keluarga. Saya nomer enambelas klan Simangunsong, kamu nomer berapa? Itu mungkin pertanyaan pertama yg akan saya lontarkan seandainya bertemu dengan seorang Dee. Mencari-cari secuil persamaan dari sekian banyak perbedaan.

Bukan Dee namanya, bukan Supernova nama bintangnya kalau tidak bisa memunculkan karakter unik manusia khayalan. Elektra namanya, Watti nama kakaknya, Wijaya Eletrik usaha keluarganya. Bisa nebak siapa nama bokapnya? Sudah pasti Wijaya, bukan? Sudah bisa juga kah menenebak ras dibalik nama Wijaya? Bayangkan Wijaya Teknik, bayangkan Anton Wijaya. Sah sah saja berimajinasi, sebuah praduga. Sudah? China, bukan? Iya tionghoa yang mengindonesia.

Tempatnya di Bandung, banyak istilah orang bandung yg dipakai. Yg untungnya, buat saya, tidak perlu lagi membaca catatan kakinya. Toefl Sunda saya terlalu tinggi pun tidak untuk sekedar mengklarifikasi. Ada beberapa kutipan ayat Alkitab yg masih wajar-wajar saja diungkapkan secara universal sesuai dengan penempatannya. Eh kamu, ada salam dari Yohanes 22 ayat 5:) Semakin kelihatan bahwasanya proses tulis menulis bukan lagi sebuah hobi, melainkan aktivitas ritual yg harus bisa dipertanggungjawabkan.

Dibandingkan dengan serial sebelumnya, alur cerita masih tanpa klimaks, masih tanpa ujung, penggunaan bahasa yg masih puitis, berguru dari pengalaman masih menjadi gacoan tokoh utamanya. Bedanya, penyampaian yang lucu dan tokoh yang lugu. Saya suka sosok Elektra. Saya tunggu Bodhi seri Akar bertemu dengan Elektra!

Baca sinopsisnya di sini