Wednesday, December 31, 2003

Bikin Cerita Pendek sangat Pendek ah

"g'dek g'dek g'dek" hampir dua jam sudah aku berada dalam kereta tujuan Eindhoven. Duduk dalam sebuah kompartemen ukuran 1,5 kali 1,5 meter dominasi warna merah, yang hanya ada aku didalamnya. Suasana sepi membuatku ku terus menerawang ke seseorang di bangunan berlantai dua di Eindhoven. Hitam gelap di luar sana, sejenak pandanganku menangkap sebuah sinar lampu, yang dalam hitungan menit semakin redup, redup kemudian perlahan menghilang ditelan kegelapan malam. Sesekali aku gosok kaca jendela yg mulai berembun karena udara panas yg kuhembuskan setiap 3 detik sekali.

"Sretttt", pintu kompartemen seketika ada yg membuka. Kaki kaki yg belum lama memanjang ke kursi depan, secepat kilat aku lipat manis. Seorang perempuan diikuti dua org laki2 di belakangnya memperkenalkan diri sebagai polisi bagian setempat dengan banner yg ditunjukan ke arah ku. Situasi seperti ini pernah membuat ku panik, ketika pertama kali aku naik Euronight Train. Tapi karena ini ketigakalinya, dengan tenang aku keluarkan passport dari kantong leher dan ku sodorkan,

"Bitte ... "

Kemudian perempuan itu membawa passport ku ke lorong, dan menyerahkannya ke laki-laki yg sudah siap dengan laptop. Di lorong aku lihat lelaki itu mulai memasukan beberapa digit, entah angka entah huruf, berdasarkan data yg ada dalam passport. Setelah semuanya clear, melalui tangan perempuan yang sama, aku menerima kembali passport ku dalam keadaan utuh.

"Herrn ... , ein schones Wochenende. Danke viel mahl"

"Bitte schoen", aku pun membalasnya dengan senyuman. Ini menandakan bahwa aku sudah mendekati Linz, kota dimana Hitler dilahirkan. Perbatasan Austria dan Jerman yg dilalui oleh Euronight. Biasanya, jam 1.oo pagi nanti, dimana semua penumpang kebanyakan tertidur lelap, pengecekan yg sama akan dilakukan oleh polisi Jerman. Dan masih ada lagi pengecekan jam 8 pagi ketika kereta memasuki the Netherlands.

Dengan posisi siap tidur, walkman mulai aku pasang. Dengan diiringi kumpulan lagu Badai Pasti Berlalu dari Chrsiye, kereta pun melaju melaju dan melaju.

***

Aku terperanjat dari tidur ketika sinar mentari mulai memasuki kompartemen merah. Tidak aku sadari, ternyata dua orang bule sudah menempati kursi bagian depan.

"Guten morgen"

" Hmmm guten morgen", perlahan aku kembali duduk manis. Aku tengok situasi luar, dan mulai menebak2 dimana saat ini kereta berada. Deutschland kah atau mungkin sudah memasuki negeri Belanda. Tanpa melepaskan senyum ke bule2 di depan ku, aku pun mulai berdiri menjangkau backpack yg tersimpan di atas mereka, menurunkannya, kemudian mengeluarkan sikat gigi, odol dan handuk kecil dari kantung bagian depan. Saat2 yg paling aku nikmati bilamana harus sikat gigi di dalam kereta. Perasaan aman, nyaman dan bersih menyatu menjadi satu, membuat ku merasa berada dalam rumah berjalan. Sebuah pengalaman yg mungkin tidak akan pernah aku rasakan untuk beberapa tahun ke depan di kereta2 PJKA.

Melangkah menuju kamar kecil, kembali aku perhatikan situasi luar "ahhhhh I am in Holland already", rumput hijau terhampar luas, sesekali terlihat sapi sapi merumput, rumah2 mirip di Pengalengan Bandung, membuat ku yakin untuk mengatakan, "yah aku sudah berada di negeri Belanda". Aku pun mulai tersenyum dan tersenyum, karena dalam hitungan kurang dari 3 jam akan menemui Sang Terkasih.

Kereta terus melaju sementara aku sibuk menggosok gigi, "srat sret g'dek g'dek srat sret g'dek g'dek srat sret", bunyi gosokan gigi dan laju kereta mengalun menjadi satu, membawaku terus melaju di atas tanah berpenduduk 17 juta jiwa.

***

"ahhh sial, aku tidak bawa payung", aku pun turun dari kereta sementara hujan rintik meliputi Eindhoven Station. Aku arahkan pandangan menyapu semua sudut stasiun, sampai akhirnya aku temukan lambang telepon di sudut Utara. Berjalan menyusur, berusaha menggapai lokasi telepon umum, aku lihat beberapa toko bunga. Terlintas dalam pikiran ku untuk membeli satu rangkaian bunga untuk Sang Terkasih. "hmmm I don't think so, tidak ada hujan tidak ada angin, rasanya terlalu dibuat-buat bila aku harus membeli bunga".

Dalam dua kali kring telepon diangkat, "Hallo".

"Hallo Tan", aliran suara ku, aku buat senormal mungkin agar dia bisa menebak siapa yg menelapon.

"Haiiii apa kabar?"

"Baik baik. Gimana? Udah baikan badannya?"

"Lumayan tapi sepertinya aku masih harus istirahat. Kamu tahu kan dokter di sini? Aku baru bisa dapet appointment hari Rabu nanti untuk pemeriksaan, dan mungkin aku sudah sembuh. Ehhhh lagi dimana kamu, pagi2 sudah nelpon?"

"Di sini!"

"Di mana? Gimana weekend? Acara dinner dengan Gary-nya gimana?"

"Aku batalkan Tan. Aku lebih milih pergi ke Eindhoven"

"Hahhh jangan becanda kamu!"

"Iya sekarang aku lagi di Eindhoven Station."

"Gila kamu!", kata2 yg entah kenapa selalu membuatku tersenyum saat keluar dari mulutnya everytime she objects my opinion. "Serius! Untuk apa kamu ke sini! Aku kan sudah ngomong, aku lagi sakit! aku nggak suka diurusin! ...", dan bla bla bla lainnya sebagai eksperisi bahwa kedatanganku tidak pada waktu yg tepat.

"Ya sudahlah, aku sudah di sini. Itu pilihan ku. Kalau tidak suka, aku pulang lagi nih! .... Aku pakai bis nomer berapa?", dua kali aku mendatangi stasiun ini, biasanya Tani menjemputku dan sudah menyiapkan sepeda untuk ku, dan itupun tidak pernah langsung menuju apartemen. Setelah memperhatikan dengan seksama arahan darinya, akhirnya aku berangkat menuju bangunan berlantai dua menggunakan bis No. 76.

***

"Kamu tuh gila! Bener bener gila! Untuk apa kamu habiskan uang sebanyak 1200 Schiling, hanya untuk menemui seseorang yang sedang sakit?", kembali dia mendiskusikan kegilaanku sambil menyantap Pizza yg sengaja aku beli di perjalanan.

"Karena aku enggan pulang ke tanah air, tanpa kamu", aku jawab pertanyaannya straightly.

"Sudahlah Don ...untuk apa kita bicarakan tentang itu lagi", ada kegundahan dalam diri Tania. Dia baru saja menyelesaikan studinya sebulan yg lalu dan saat ini sedang gamang memutuskan antara mencari pekerjaan di Belanda atau pulang ke tanah air. Hubungan kita dimulai tiga tahun lalu, ketika aku masih di Bandung dan Tania di Jakarta. Kemudian jarak menjauhkan kita selama dua tahun, ketika Tania harus pergi ke Belanda melanjutkan studinya, sementara aku harus menetap di Bandung. Sampai sebelas bulan yg lalu, aku memperoleh kesempatan penelitian di eropa, jarak kembali mendekat, dan itu harus diakhiri bulan depan.

"Apa yg harus aku perbuat Tan? Aku masih terlalu takut meminangmu. Aku masih belum siap!" Tania dan aku terpaut dua tahun. Dia kakak kelas ku semasa di SMA dulu.

"Doni, my clock is ticking. O o o yah kamu masih ingin ke Amerika. Kamu masih ingin ke Afrika and so on ... sementara aku, aku Don?", potongan Pizza kembali diletakan di meja. "Yakinkan aku! Yakinkan aku bahwa pulang ke tanah air adalah pilihan yg paling baik?"

"Aku hanya berasa capek untuk menjalani hubungan jarak jauh lagi Tan".

"Sudahlah Don. Hampir tiga tahun kita menjalani pacaran jarak jauh, dan baik baik saja toh? Berikan aku kesempatan untuk mencari pengalaman kerja di negeri ini". Tania kembali memakan potongan Pizza-nya.

Aku terdiam. Aku pandangi Tania dengan gigitan2 Pizza-nya. Semakin lama aku memandanginya, semakin aku kagumi ketenangannya. Tania menangkap pandangan mata ku. Sejenak kita terdiam. Aku mulai tersenyum. Dia pun tersenyum. Tumbuh kesadaran ku bahwa aku terlalu egois untuk memintanya pulang sementara aku sendiri belum siap dengan sebuah pernikahan.

***

"G'dek g'dek srat sret g'dek g'dek sret sret". Setelah dua hari di Eindhoven, aku kembali berada dalam Euronight, menikmati kembali gosokan gigi di rumah berjalan. Aku pandangi cermin di hadapan ku dan bertanya, "Sebenarnya apa tujuan ku menyebrangi daratan Jerman kali ini?". Dan pikiranku terbang lagi ke saat2 dimana kita makan Pizza, "Senyuman, senyuman Tania lah yg aku cari"

*** Stop, kehabisan ide ***

Saturday, December 27, 2003

Merry Christmas

You! yes you, those who celebrate Christmas. Merry Christmas yo. hohoho what you'd got from Santa? Sorry if I missed to greet you. I'm too tired running with paper deadline for last a week. Now, just have time to relax while looking for oversight mistake and waiting comment from te second author. I'm just afraid he has no time to read it as you know ... winter holiday is coming. Oh yah, yesterday we had bonenkai (read:closing year party), no comment! it wasn't fun at all. I paid 2000 Yen just for oden, Goshhhh! Thanks to Mr. Jhony, nick name for Jeong, he brought Korean food. *hmmm* what's the name? I forgot. Two times I've tasted it already. Anybody knows? mix of vegetables with tako. No no no not Kim Chee Juragan.

What else? oh yah I and friends went to Ebitsu last weekend. We sang Silent Night and Gloria in Excelcis Deo in three languages in front of elementary students within Ebitsu area. Yes, three languages, Bahasa, broken English and totally broken Japanese *grins*. It was fun, the kids didn't pay attention alot with the songs, they seem interested with my guitar. In fact I played the guitar with not more than 6 grips. btw do you know Russian celebrate Christmas on January 7th? I just knew about this from the Russian who came on the day of our performance. And anybody knows where did Santa come from? Spain? Netherland? surely not Indonesian *grins* I got this, worth reading.

Oh yah I went Bowling few days ago. not too bad, I hit 117 first game and more than 250 in total for two games. Don't laugh please, I was trying to spin the ball, unfortunatelly always ended to the right chanel.

For someone out there : selama kita mempunyai kenangan, hari yg sudah berlalu akan tetap ada.

Wednesday, December 17, 2003

SENDAI, IT WAS VERY TIRING AND LIL FUN

Time is running so fast. Ditinggal seminggu, ayah Dhafin sudah rampung dengan the beauty of rocks-nya. Happy blog mas! Saat ini koleksi batunya masih sedikit, tapi sejalan dengan waktu, tumpuk terus batunya, mudah2an bisa mengganti Simon Schluster sebagai panduan rocks and mineral-nya anak2 Geologi. Dua catatan Saljudiparis luput sudah dari komentar. Negerisenja dengan intense postingan2nya juga luput dari komentar. Kapan mohawk-nya dimunculin mbak? *grin*. Beranda Montreal sudah bersalju, if I were there I'd love to try snowboard Mbak. Pingkan semakin ramai dengan ornamen natalnya, hmmm tanggal 25 sudah dekat yah? inFos has printed out and just distributed to universities in and around Fukuoka. Hope they would enjoy the content, since I'm the boss for this two month issue. Yup I just returned from Sendai, get involved with blast wave monitoring of TNT and C4 explosion. It was very tiring. Got up early at 5.3o, had breakfast at 6.oo, be ready with boot and uniform in front of the Inn at 7.oo for the bus, reached site at 7.3o, preparation, setup instruments, bang bang bang, check all recording devices, measured damage, awhile break, had lunch with bento, setup instruments once again, bang bang bang different amount of explosive, higher and higher time to time, repeat the SOP, finished at 5.oo, returned to the Inn 5.3o, had dinner at 6.3o, chit chat with roommate, went out for Sake, felt dizzy, went to bed. Daily rut for 5 days.

Akhirnya kemarin semuanya terakhiri, 10.oo check out from the Inn, took a bus direction to Sendai city. We still had time to see in and around Sendai until 19.45. Sangat disayangkan ternyata sahabat Jepangku sama gelapnya tentang Sendai city *dia terlalu banyak muyung di Fukuoka*. Looking for information center, ambil brosur dan peta sebanyak2nya. I decided to discuss about THE PLANS at Pronto Cafe and Bar. Finally, ideas came after one cup of milk tea. Lirik sobat Jepang dengan plan-nya *kaget*, dia hanya melingkari gyutan resto (baca: restoran lidah sapi). Siap siap, jam sudah menunjukan jam 11.oo, akhirnya diputuskan untuk terlebih dahulu melahap gyutan. 100 Yen bus ke arah gyutan resto memberhentikan kita di tempat antah berantah. Entah salah turun, entah sobat Jepangku yg lagi linglung, tidak ada tanda2 gyutan resto *calon menyesal*. Kembali ke cara lama, TANYA PEJALAN KAKI. Tunjuk sana tunjuk sini, migi hidari masugu, berdasarkan petunjuk dari pejalan kaki obaachan (baca:wanita setengah baya) akhirnya sampai juga ke resto yg dituju. Pesan higawari seto (baca: lunch menu set), God, rasanya bari bari umai (baca: enak sekali) *mulai senyum*. Nggak salah Sendai terkenal dengan lidah sapinya, tapi darimana mereka mendapatkan lidah sapi sebanyak itu yah?

Loople Sendai Bus 600 Yen one day trip adalah pilihan transportasi yg paling ekonomis, hampir sama dengan tage karte in Germany, sayangnya yg ini hanya berlaku untuk bis saja. Tempat pertama yg berhasil terkunjungi Juihoden Moleseum, tempat persemayaman generasi ke2 dan ke3 Date Masamune, the great mushashi from Sendai. Kenapa kebanyakan raja2 memilih tempat yg tinggi sebagai tempat persemayaman? Ya ya ya banyak jawabannya, tapi yg ini sumpah membuatku lelah setengah mati. Slope-nya terlalu curam dan panjang. Dan anehnya lagi, tempat persemayaman yg satu ini cukup beda dengan tempat persemayaman Jepang2 lainnya. Ornamen dan kombinas warna merah putih hitam dan emasnya, mengingatkanku ke bangunan2 tradisional di Toraja, Ini mushashi pernah jalan ke Sulawesi kali yah?

Jalan lagi ke tempat lain, sekalian melemaskan kaki setelah pendakian yg melelahkan. Hari Senin yg membawa sial. Dua museum dari empat tempat yg aku lingkari TUTUP. Fyi, bilamana berencana jalan2 di negeri Sakura, jangan pernah memilih hari Senin karena di kebanyakan tempat, hari Senin adalah hari libur. Museum Sendai City hanya terlewatkan dengan foto2 di depan pintu saja, no reportase. Begitu pula dengan Tohoko University Natural Museum, padahal lirikan dari luar sudah terlihat batu2 yg mungkin bisa menambah koleksi the beauty of rocks. Sekali mengayuh perahu, kenapa tidak seratus pulau terlampaui, jalan lagi ke Sendai Mediatech, gabungan library, tempat browsing, art studio, sinema dengan rancangan akustik yg gila2an, membuat tempat ini sangat nyaman sebagai tempat persitirahatan di sofa keriting uniknya. Hanya Japan Times yg bisa terbaca krn yg lain ditulis kanji. Internet tidak berhasil dijamah karena terlalu banyak yg antri. Tidak terasa waktu menunjukan 16.3o, siap-siap jalan lagi ke Jozenji-dori Avenue, tempat Christmas Illumination yg katanya penuh dengan ratusan lampu hias. Sampai di tujuan 17.oo, masih setengah jam ke pertunjukan lampu natal yg rencananya tring jam 17.3o. Masuk Dou Tour, bersantai dan bercanda ria dengan sobat Jepangku dengan suguhan hot lemon tea. Jam 17.2o keluar and I was surprised ternyata sudah ada puluhan orang di pinggir jalan dengan tujuan sama, melihat Christmas Illumination. "oooo Amerika jin Amerika jin" dua anak kecil narik2 baju ibunya dgn pandangan ke arah ku. Hah sejak kapan aku jadi penduduk Amerika anak2 manis! Sejenak lampu2 jalan dimatikan, hanya lampu mobil dan etalase toko2 yg terlihat bersinar. Tepat pukul 17.3o. *tring* illumination dinyalakan diikuti hiruk pikuk tepukan tangan. Jozenji-dori Avenue dalam sekejap berubah menjadi tempat berkesan mewah karena lampu2 hiasnya. Jeprat sana jepret sini ulang lagi ulang lagi, kamera ku selalu goyang karena tabrakan2. Menyerah! akhirnya I off-ed night scene, cukup dgn flash saja. Sementara yg lain masih terkesima dengan lampu2 di kiri kanan depan belakang, kita kembali harus berlari mengejar bis tujuan Sendai Aiport, giri giri jikan to departure time.

Isyo desu.

Tuesday, December 09, 2003

SERENDIPITY and RANDOM HEARTS

Have you seen both? Yup weekend I was home and watched DVD. Those are worth seeing. Bukan kali pertama aku nonton serendipity, three times in total. "Ganda!! Wake up. You're crazy. You will be obsessed," Monica shortmessag-ed me. By what? Come on it's just a movie, same as Shopie and Baldi characters. I just got my self enjoy. I was not obsessed and will never ever obsessed by any, sejalan dengan kehidupanku yg tidak pernah punya idola kecuali diri ku sendiri (read: I am my own Jackass). For me, the first 20 minutes is the best part. How they met, how they're playing with destiny *huh argue with Monica again* "Geeee! they are not playing with destiny. Destiny's playing them," hahaha I like every time she objects my opinion. Untung nggak sampai tampar2an. *hmm pikiran melayang* aku ingat sahabatku, R***, my buddy. Dia biasanya selalu membiarkanku berbusa melayang dengan pikiran2ku sampai rokok stramild kesukaannya habis berbatang2, kemudian menjatuhkan pikiran2ku itu tanpa ampun bila itu dipandangnya tidak rasional. Iya, dia yg selalu melarangku berpikir hanya dengan hati saja. Dia yg biasanya bisa dengan sinis ngomong "Katanya orang pandai?", bila aku mulai membuang sampah sembarangan. Dia dengan karakter uniknya, yg selalu bilang "Permisi, saya duluan" dengan ramah ke semua orang dalam angkot, bila saatnya dia harus keluar. Dia yg selalu menyadarkanku dengan tindaknnya untuk selalu mengucapkan "Terima kasih" kepada orang gila sekalipun bila memang orang tersebut telah membantu. Dia yg selalu sabar dan telaten mendengarkan ku bercerita tentang kebaikan2 seorang wanita, dan siap tertawa sekeras2nya saat kalimat yg ditunggu2nya terlontar dari mulut ku "Ya aku suka wanita ini R***". Jangkring, babi ngepet, ular beludak dan binatang2 lain dianggapnya lumrah keluar dari mulutku untuk sesuatu hal yg gila, asal jangan anak haram karena anak adalah pemberian Tuhan. He is good looking *promosi*, tidak salah bila ibu bapak guru memilihnya berlomba memperebutkan gelar Putra dan Putri Parahyangan semasa SMA dulu. Banyak wanita mesem2, dengan fakta yg membuktikan bahw wanita2 itu kebanyakan lebih di atas usianya. Baru sekali aku dengar dia benar2 jatuh cinta. *hehehe baca calon posting-an* loh aku kok jadi cerita anak ini yah. Kangen aku. Sorry I better delete his name, I haven't got any permission yet.

Ok kembali ke Serendipity. *hmm* lagi mikir apa lagi mau diceritakan, jadi lupa gara2 keasikan cerita tentang sobat. "What is sign and what is clue", menurut seorang John Cussack, sign adalah petunjuk untuk sesuatu yg belum terjadi, sedangkan clue petunjuk untuk sesuatu yg sudah terjadi. "How do we know something is sign, not a clue?" are you dare to define something as a clue indeed that's way to your dream, or accept it as your sign since you have no better option *hahaha pasti bingung* that is why I don't like horoscope.

Random Hearts is so so. Susah nangkep inti dari film ini. Terlibih bila keseringan nonton sinetron2 Indonesia yg selalu menampilkan sosok pangeran dgn sejuta kebaikan2nya atau penjahat dengan sejuta kebejatan2nya. Ibu ibu bapa bapa dan mereka yg merasa sudah tua disarankan untuk menonton Random Hearts. Polemik antara berusaha jujur dan berusaha tidak jujur untuk kebaikan mimpi2, ternyata bisa melahirkan sesuatu which is beyond our expectation. There is a definite qualitative difference between this and other movies of its kind, and I eagerly recommend skeptics explore it. Perhaps it will become a "happy accident" *smile*

Enough for today posting.

Thursday, December 04, 2003

TOILET

Just returned from udon resto route 3 near University. First time went there since it was opened two months ago. Rasanya sama saja yah mbak Wid?, sama saja dengan udon-udon resto lainnya. Katanya enak! Duno, mungkin karena aku yg tidak terlalu rewel dengan taste, selama masih bisa kemakan yah dimakan kecuali daun seledri dan daging kambing:(.

Enough intermezo, back to Toilet:) Yes toilet! Kemarin sempet ngobrol dengan masImam tentang "kenapa aku biasa bawa buku ke toilet?" Yah buat ku toilet bakalan nyaman kalo bisa baca daripada bengong. Itu tergantung toiletnya, kalo bisa duduk *bukan jongkok* dan ventilasinya bagus, aku bisa bikin kesel orang2 yg kebelet, terlebih kalo bacaannya menarik. Untunglah sampai sekarang tempat kerjaku selalu buruk kondisi toiletnya, malah dulu sempet sengsara merelakan pantat ku ditusuk nyamuk hutan Kalimantan pinggiran sungai Barito *kebayang biasa nyerang babi hutan, ngisep darah manusia, pesta ria lah nyamuk2 itu*

Nah meanwhile sudah dua bulan aku menempati apertemen baru. Awalnya asli musti jongkok kalau ke toilet. Akhirnya beli tambahan supaya bisa duduk *gak seperti gambar di atas sih! but pic well noted, moga2 bermanfaat nanti:)* dan baru nyadar sudah ada several volume Reader's Digest, complete Fukuoka-Now, Asia Week, Time, radio walkman tancep freq love-fm, kalender plus ballpoin dan bunga matahari plastik form 100 Yen shop hahaha TOILET TOILET.

Isyo desu.