Friday, March 26, 2004

Aku, Gue, Urang ... Ente?

Enam bulan sudah aku keluyuran di dunia maya ini. Nggak terasa semakin banyak aja nemuin temen2 dari kesamaan ketertarikan terhadap blog, jejaring teman lewat friendster.com dan forum diskusi. Thanks to technology! Kata Adhit, his blog is the ultimate way for wasting your time, asal jgn berubah jadi the ultimate way for yr-daily-life-working saja. Entah dgn mirc, apakah tool yg satu ini masih banyak pengunjungnya? I last time played scramble about 5-6 years ago. asl?, kul/ker?, and so on. Menarik kalo dipikir2, bagaimana sebuah perubahan penomena di dunia internet terjadi dalam kurun waktu satu dekade terakhir ini. Reaksinya hampir sama takala harus melihat foto jaman doeloe dan mulai bergumam, "Dulu, tampang gue kok awut2an begini yah". Lah iya lah, mo gimana nggak awut2an, lawong trend-nya emang punk-rock-metal-thrash tea! Enda yg lebih handal ngupas tentang penomena ini, mendingan aku ngebahas yg lain saja.

Nah penomena menarik muncul ketika aku dipertemukan dgn teman lama yg sudah lama nggak ketemuan, atau temen baru yg nggak tahu menahu di dunia nyatanya seperti apa. Ide postingan ini muncul kemarin, setelah chatting dgn seseorang lewat YM yg mempertanyakan konsistensi penggunaan kata ganti orang. Lihat lagi paragraf pertama, yg di-bold, aku dan gue sebagai kata ganti org pertama serasa tidak konsisten hadir silih barganti. Dan ketidakkonsisten-an ini muncul juga di beberapa postingan dan komentar yg lalu2. From my side, kenapa kata ganti tersebut berubah2? Karena aku sesuaikan dengan konteks kalimat. Atau bilamana ngasih komentar, tergantung siapa yg aku komentari. Hampir sama dgn dunia nyata kan? kadang make aku kamu, lo gue, kadang make maneh urang, ente ane, dan kadang make jij ik atau anata watashi. Bedanya! Untuk posting-an, gimana bisa mengikuti ketersesuaian orang per orang.

Seorang temen ngetik, "Sejak kapan ente make lo lo gue gue, perasaan dulu biasanya pake maneh urang."
"Siapa?", jawab ku.
"Elo, siapa lagi", selanya.
"Watashi", spontan.
"Ngomong apaan sih?", rasanya makin sewot.
"Saya", jawab ku berteka-teki.
"Wuah makin nggak nyambung aja", sepertinya kesel.
"Hahaha saya urang watashi", ngetik sambil senyum2 sendiri.
" :p ", hmmm dapet reply-an titik dua diikuti p
"Sejak kapan, elo julurin lidah kalo ngomong sama gue?", tanya ku.
... tek ... tek ... tek ... prit! three second foul. Lumayan lama nunggu reply-an balik, akhirnya keluar lambang titik-dua-kurung-tutup, "Nah lambang itu lebih baik lah. Ente lagi senyum kan?", sela ku.
"Nggak, lagi ngetik. Nggak bisa jelasin dgn kata2, lambang :p artinya apa. Tapi bisa dirasakan. You know lah", polos.
"Aturrrrr", runyam.
Kesimpulannya, temen yg biasanya nyambung di dunia nyata, bisa nggak asik di dunia maya. Sebaliknya temen yg asik di dunia maya, bisa nggak asik di dunia nyata (katanyaaaa). Where are we living anyway:)?

Thursday, March 18, 2004

Jepang ku sayang Jepang ku malang

Dulu, waktu aku masih di Austria, paling seneng pergi ke bahnhoff (read: train station). Ada perasaan gimana gituh kalo backpack sudah menempel di badan. Menikmati penungguan jadwal keberangkatan sambil makan pizza di italian spezialitaten.

Beruntung memang, bila anda berada di eropa, terlebih berada di bagian tengah seperti Deutschland. Jalan ke kiri atas dikit bisa nemuin Belanda, turun dikit ketemu Belgia, turun lagi ketemu France. Bilamana dompet masih tebal, usahakan meneruskan perjalanan ke Spain, there, you'll find life begin at 10. Tapi jangan harap bisa dgn mudah turun lagi ke bawah, krn di situ ada benteng Portugal, yg katanya, aplikasi visa agak dibikin ribet untuk org2 Indonesia. Terus jgn lupa kunjungi Austria dgn salzburg-nya dan vienna sebagai salah satu markas PBB, Schnitzel jgn lupa dicicipi, terus turun ke bawah untuk berperahu di Venice, lanjutkan perjalanan supaya bisa lihat Coliseum. Seandainya belum puas dgn layanan kemudahan yg diberikan oleh Schengen Visa, negara eropa timur seperti Hungary dgn Budapest-nya dan Czech dgn Prague-nya, on my opinion layak untuk dikunjungi. Itu adalah peta traveling ideal yg tidak tercapai seluruhnya krn kanker alias kantong kering.

Tuesday I went to Kumamoto. Bangun jam 4.oo subuh. Dasar pemalesan, bukannya ngepak, malah tidur lagi. Untungnya dalam jeda 30 menit (sesuai perkiraan), alarm hp sudah di-set bunyi jam 4.3o. Menyadari tak akan ada weker ketiga, mau nggak mau terpaksa bangun, sarapan dan mandi *aduh lupa nyalain pemanas*. Genjot sepeda 20 menit-an ke stasiun, ambil jalur 4, akhirnya sampai di gerbong 11 non reservasi yg kosong melompong. Wuah nggak niat nih kereta! Untung bukan di indo, kalo kejadiannya di stasiun gambir, bisa2 pemberangkatan dibatalkan krn nggak ada penumpang. Jam 6.oo, kereta melaju ke arah kagoshima. "Hmmm not bad", sudah lama nggak ngerasain lagi jalan jauh pake kereta. Walaupun dalam tanda kutip, sebenernya perjalanan kemarin tidak terlalu jauh. Saat kereta melaju, aku sempet ngelamun ginih, "Dulu, selama di Austria. Kaki ku nggak bisa diem. Setiap waktu luang pasti dipake jalan", sampai pernah pinjem duit hanya krn ingin jalan ke Salzburg. Di sini, kaki ku lebih bisa diem tanpa ada perasaan menggebu2 untuk jalan ka sana kemari. Makanya agak ragu nulis traveling as one of my interest at friendster. Then I started to ask why, and my answer are,

Pertama, kehidupan di sini agak monoton dalam hal keanekaragaman. Kecuali Okinawa (yg katanya agak beda). Oneday, I will visit that island fur sure. Others than Okinawa, I don't have any idea which other places are worth visiting. Well, I've been in Sapporo, Sendai, Tokyo, Kyoto, Osaka, Shikoku Island, Hiroshima and Nagasaki. Tapi semuanya sama, yg bisa dinikmati hanya temple dan temple lagi. Sampai ini otak teracuni pemikiran: jangan lupa ngambil foto dgn background kanji kota ybs (sangking ciri khasnya yg monoton).

Kedua, night life di sini agak tersembunyi malu malu mau. Oleh karenanya nggak banyak turis muda asing, yg identik dgn backpack-nya, sengaja melancong ke sini. Yg banyak terlihat adalah turis2 tua, dan itupun datang karena urusan bisnis, conference atau transit. Tolong dikoreksi kalo saya salah.

Ketiga, youth hostel yg tidak mudah ditemui. Padahal jelas-jelas biaya penginapan sederhana di sini hampir menyamai biaya hotel bintang limanya Jakarta. Mau tidur di stasiun sama sekali tidak bisa, selain kondisinya yg tidak memungkinkan (nggak ada tempat duduk panjang), maksa tidur di stasiun bisa-bisa dideportasi.

That's all, aku baru balik dari Kumamoto. Dan nggak ada keinginan untuk tinggal lebih lama karena nggak lebih menarik dari fukuoka. Phada bae bhs jowo-nya mah. Saran saya bilamana anda2 berencana liburan keliling Jepang. Tolong pikir lagi matang2, selain biayanya yg mahal, cukup Kyoto saja, krn semuanya bisa terwakili oleh Kyoto. Hmm mudah2an nggak ada mata2 pemerintah Jepang yg baca ini posting-an. Dan menganggap tulisan saya menyebabkan turunnya pendapatan pemerintah jpn dari tourism. Lah ini negara sudah terlalu kaya dgn produksi mobil dan elektroniknya. Ngapain bikin negara yg sudah kaya menjadi lebih kaya, mendingan honey moon di gunung Bromo, berdoa saja semoga nggak ada gondoruwo hehehe

Friday, March 12, 2004

It is expensive to buy privacy indeed

How many of you now still living with yr parent? I did live with my mom, dad and my younger sister somewhere in southern Bandung before I came here. But now I made up my mind and hopefully won't change, soon as I return to Indonesia will find a new place even if my job will still locate around Bandung. This could be the result I have enough money to buy privacy, maybe. Moreover I need to teach myself being independent as well. The case is, there are many young persons in our country who have enough money indeed, but still do not want to buy this privacy. Is that because they have enough privacy already by living at their parent's house? If so, how far? Soon one of my friend is going back home to our lovely country and I recommend her to get a new place.

Note: I bought a new double suspension mountain bike today. Roll roll baby show me the way to the next worth seeing place. Ikimasyou.

Monday, March 08, 2004

Just too ordinary

Have you experienced start asking yourself, "What am I doing? My life's too ordinary to accept." Me, yea. For a whole week, just doing what I have to do, as usual. Working, eating, smoking, sleeping, again and again daily ruts from monday to friday. It was Friday, and I have no plan for weekend. Oh yah, I haven't seen Lord of the Ring. Why don't I go for movie. I short messaged few friends. Got replies: oh sorry I've seen return of the king, oh sorry I have my own plan, oh sorry I haven't seen the previous sequel yet. Ok then I went to cinema alone, ride my bicycle, got phone call from someone, bla bla bla. I cut the conversation, "Sorry, I'm heading to cinema now. The movie I'm going to watch will start in five minutes." And there, I entered studio 2 and the movie has been started. Oh great phew! Three hours sat next to the old lady who spontaneously spoke ough ough everytime gollum tries to steal the ring. Oh come on, I didn't even touch you, lady. Out from the cinema and it was raining, I still had to ride my bicycle. Arrived at my apartment, I scrolled my phone book looking for someone to discuss about the movie, and I didn't find any appropriate person. Oh great phew, I have no friend! I better sleep.

Woke up late since it was Saturday. Check my cell phone. No miscalled, no short message. Check my mailbox, no new mail. I found gas bill. What! I must pay 4000 for this month. Bloody winter cost me a lot! Afternoon, Ridho visited me just for few hours. As he left, I felt lonely again in this room. Look around my room and found guitar. I played few songs. This is one of them.
Images of broken light which dance before me like a million eyes,
That call me on and on across the universe,
Thoughts meander like a restless wind inside a letter box they
Tumble blindly as they make their way
Across the universe
Jai guru de va om
Nothing's gonna change my world,
Nothing's gonna change my world.

I woke up early in the next day. I quickly start Sunday, washing my dirty clothes. While the washing machine was spinning and spinning, I prepared my lunch. Oh good, there're bawang bombay, egg and potato in freezer. Telur dadar and french fries are enough. Check my cell phone again. Still no record message was found. I threw my cell phone on bed. I won't carry you this day bloody cell phone! I then went to university without cell phone. I know it was Sunday. Better than just wasting my time at home, at lab I could do something with my paper works. On the way from university to apartment, I stopped by at Mr.Max to buy shampoo, soap, and tooth paste. But then I found cheap cloth, so I bought one. Back to my apartment, I found five miscalled and two messages. Not interesting number huh!

Few hours ago as I was going to sleep, I scrolled my phone book looking for someone to called again. All records left me that I should have something to ask. I felt that all persons in my phone book are strangers. God, I miss someone. Yes, someone I can call without any thought what I'm going to ask. Conversation runs itself. We keep talking and talking until no conversation left, and then I can go sleep with smile on my face. I hope next week my life won't be too ordinary.

Friday, March 05, 2004

Say hello to Beatles fans



Waktu masih kecil, aku biasanya curi2 masuk kamar abang. Mainin intercom-nya, halo halo ada yg monitor? Beruntung rasanya bila ada yg monitor, aku bisa mengudara. Ada perasaan senang bisa ngomong di udara. Since my voice masih belum jembreng seperti sekarang, tidak lama kemudian biasanya keluar suara, "Anak kecil! Siapa nih? Pake jalur siapa?" Kalo sudah ketauan, biasanya aku nyalain musik agak keras, pijit tombol line-in intercom, dekatkan ke speaker. Monggo didengarkan musiknya sodara2 sekampung! Bukannya ada yg request The Beatles hehehe

My big brother is 11 years older than I do. Means, he already entered university when I was in elementary school. Selain intercom, barang lain yg suka aku mainkan di kamar abang ku adalah gitar, yah gitar yg ada gambar culture club-nya. Sesuai pertalian darah, seharusnya gitar ini diwariskan otomatis kepada ku. Unfortunately, suatu hari temannya pinjem, terus pindah tangan ke temannya teman, pindah tangan lagi ke teman temannya teman. Sekarang, entah berada di tangan pengamen kampung mana! Terus bola basket, yah bola basket gundul, yg lebih pas dijadikan bola polo air. Gundulnya tak tertolong! And what else, oh iya! koleksi foto2 telanjang di album hijau. Cindy Crawford's walking on the beach is first nude picture I ever see with high frequency vibration hoohoohoo

Ok back to The Beatles. My big brother is one of those Beatles fans. His room was full with black and white posters of John Lennon, Paul McCartney, George Harrison and Ringo Starr. Tanpa disadari selera musik abang ku ini jatuh ke adiknya, jadi ikut2an suka The Beatles. As time goes by I met someone called Babon. The real Beatles freak! Yg selalu istirahat sejenak bilamana terdengar alunan The Beatles. Yg selalu meliburkan diri setiap tanggal 8 Desember karena dianggap hari keramat meninggalnya John Lennon. Di mana dikau sekarang Babon ku sayang!? Denger2 jd tukang sablon. Bisa jadi nih anak nggak nerima sablonan per 8 Desember.

Two days ago I got compilation of Let It Be Naked. And now I'm listening the Two of Us.
......
Two of us wearing raincoats
Standing so low
In the sun
You and me chasing paper
Getting nowhere
On our way back home
We're on our way home
We're on our way home
We're going home
......