Gua belum pernah nikah Coy!
Kembali ke jaman SMA dulu, seorang guru biologi menekankan bahwa rambut berbeda dengan bulu. Katanya, spesies mamalia hanya mempunyai rambut yg tumbuh men(t)unggal. Sedangkan bulu hanya dimiliki oleh unggas yg tumbuh menjari. Jadi, kita manusia sebagai mamalia hanya mempunyai rambut. Saya, dan mungkin juga anda, biasanya menggunakan istilah bulu untuk rambut-rambut yg tumbuh pada bagian muka, dada, perut, kelamin, dan kaki. Menurut sang guru, itu adalah salah berdasarkan ilmu biologi yg seharusnya dijadikan acuan.
Dalam kelas biologi, sang guru dibenarkan untuk mencoret kucing sebagai binatang berbulu. Tapi dalam konteks ilmu-bahasa-sehari-hari, bulu kucing iya tetap bulu kucing, yg panjang meruncing tumbuh dari lapisan kulit kucing. Akan terkesan sedikit-dipaksakan bila harus menyebutnya rambut kucing. Tapi ajaibnya, ketika kita menemukan bulu kucing atau bulu dada di seonggok makanan, penggunaan istilah rambut kembali menjadi benar dengan teriakan "Ada rambut di makanan saya"
Dalam ilmu spesialisasi saya, joint artinya bagian yg terbelah. Tapi dalam ilmu ekonomi dan kamus umum lainnya, joint diartikan sebagai dua, tiga atau lebih komponen yg bersatu. Contohnya ekstrim, lebih terspesialisasi, untuk lebih menekankan bahwa ujung-ujungnya benar dan salah tergantung ruang pembicaraan, terlebih dalam ruang tersebut ada sebuah kesepakatan yg boleh jadi tertulis tapi bisa juga tidak.
Mirip tapi tak sama, ternyata dalam percakapan tukar pendapat pun kita selalu berbenturan dengan perbedaan kerangka berpikir. Ini lebih penting dari sekedar polemik istilah di atas. Istilah hanyalah kata ganti sesuatu agar lawan-bicara mengerti apa yg ingin disampaikan oleh pembicara, tapi kerangka berpikir adalah kata ganti diri yang secara tidak langsung menunjukan dimana saya dan anda berdiri. Yg nyatanya saya di sini anda di sana hehe. Maksud saya seperti ini, ketika seseorang harus sesegukan "Untuk apa gua nikah kalau begini jadinya. Gua mau divorce." Seandainya tujuan percakapan itu berujung ke mari berdiskusi tentang kelakuan istri yg begini dan begitu, boleh-boleh saja dilanjutkan, karena paling tidak saya bisa menanggapi sejauh kerangka berpikir yg apa mau dikata teoritis juga. Tapi kalau tujuannya dilema pengambilan keputusan divorce, maaf saya tidak bisa memberikan sumbangan tanpa seijin RT/RW hehehe. Serius nih serius. Pertama, saya beragama, kamu beragama, yg sialnya berbeda paham (baca: perbedaannya yg sial bukan agamanya). Kedua, gua belum pernah nikah Coy!
Dalam kelas biologi, sang guru dibenarkan untuk mencoret kucing sebagai binatang berbulu. Tapi dalam konteks ilmu-bahasa-sehari-hari, bulu kucing iya tetap bulu kucing, yg panjang meruncing tumbuh dari lapisan kulit kucing. Akan terkesan sedikit-dipaksakan bila harus menyebutnya rambut kucing. Tapi ajaibnya, ketika kita menemukan bulu kucing atau bulu dada di seonggok makanan, penggunaan istilah rambut kembali menjadi benar dengan teriakan "Ada rambut di makanan saya"
Dalam ilmu spesialisasi saya, joint artinya bagian yg terbelah. Tapi dalam ilmu ekonomi dan kamus umum lainnya, joint diartikan sebagai dua, tiga atau lebih komponen yg bersatu. Contohnya ekstrim, lebih terspesialisasi, untuk lebih menekankan bahwa ujung-ujungnya benar dan salah tergantung ruang pembicaraan, terlebih dalam ruang tersebut ada sebuah kesepakatan yg boleh jadi tertulis tapi bisa juga tidak.
Mirip tapi tak sama, ternyata dalam percakapan tukar pendapat pun kita selalu berbenturan dengan perbedaan kerangka berpikir. Ini lebih penting dari sekedar polemik istilah di atas. Istilah hanyalah kata ganti sesuatu agar lawan-bicara mengerti apa yg ingin disampaikan oleh pembicara, tapi kerangka berpikir adalah kata ganti diri yang secara tidak langsung menunjukan dimana saya dan anda berdiri. Yg nyatanya saya di sini anda di sana hehe. Maksud saya seperti ini, ketika seseorang harus sesegukan "Untuk apa gua nikah kalau begini jadinya. Gua mau divorce." Seandainya tujuan percakapan itu berujung ke mari berdiskusi tentang kelakuan istri yg begini dan begitu, boleh-boleh saja dilanjutkan, karena paling tidak saya bisa menanggapi sejauh kerangka berpikir yg apa mau dikata teoritis juga. Tapi kalau tujuannya dilema pengambilan keputusan divorce, maaf saya tidak bisa memberikan sumbangan tanpa seijin RT/RW hehehe. Serius nih serius. Pertama, saya beragama, kamu beragama, yg sialnya berbeda paham (baca: perbedaannya yg sial bukan agamanya). Kedua, gua belum pernah nikah Coy!