Saya ini berasal dari keluarga non kaya, ketika nyokap saya tinggal ke jepang, seingat saya, nyokap masih memfungsikan dua jenis kompor: gas dan minyak tanah. Tapi entahlah, mungkin saat ini yg minyak tanah sudah ditinggalkan. Beberapa minggu lalu, saat harga BBM diinformasikan naik, teman saya bertanya "Kamu setuju?" saya jawab "Setuju" berdasarkan pertimbangan harga minyak internasional yg memang sedang melonjak dan hitungan pengalihan subsidi yg harapannya dapat menekan angka kemiskinan dari 16 ke 13 persen (penjelasannya cukup masuk akal tapi hitungan dan realisasinya
entahlah). Nah, realisasinya itulah yg mustinya dipertanyakan,
bukan? Jangan sampai ada penyalahgunaan dana aka korupsi.
Ketika saya harus membaca koran tentang demonstrasi mahasiswa penolakan kenaikan harga BBM. Saya pikir wajar, supaya pemerintah
melek, bahwasanya masyarakat mengawasi satu-hari-dua-puluh-empat-jam dengan pentongan hansip tentang pe-realisasi-an pengalihan subsidi tersebut di atas berjalan sesuai rencana. Tapi ternyata saya salah menterjemahkan demo tersebut, karena berakhir dengan sidang paripurna peninjauan kembali kenaikan harga BBM yg ujung-ujungnya kisruh itu. DPR? Kisruh? Sama sekali tidak penting! Awal-awalnya SBY yg berusaha mencari hati masyarakat, sekarang giliran fraksi-fraksi itu yg berusaha mencuri hati masyarakat. Lah nggak penting bagaimana?
lawong yg dikisruhkan
malah proses pengambilan keputusan kenaikan harga BBM yg katanya hanya mengandalkan analisis perorangan. Mau sepihak mau perorangan selama itu bener, masa bodo amat
bang.
Penarikan kesimpulan yg sangat mudah karena sudah jelas akan terjadi adalah, kenaikan BBM menyebabkan efek domino (?) kenaikan harga di seluruh aspek.
Jawaban saya dan seorang teman: Biarkan harga naik, biarkan pasar tidak stabil sejenak, bergerak kesana kemari sampai akhirnya menemukan kesetimbangan. Dan bila kesetimbangan tercapai, saya berharap kondisinya sama dengan perubahan ke arah yg lebih baik buat tanah air. Vietnam saja bisa masuk ke angka 4000 rupiah per liter, kenapa kita tidak bisa? Apa yg terjadi pada saya atau anda sekalian yg berada pada golongan menengah bila harga transport naik? atau bilamana harga kebutuhan pokok naik? nggak bisa makan? Aduh, jangan dihiperbola
folks. Yg ada palingan uang jajan tertekan karena biaya bensin melonjak. Jual itu mobil 2500 cc, ganti ke 1500 supaya lebih irit! Atau kurangi dial up telkomsel dari 2 jam jadi 1 jam sehari! Kita masih mending masih punya alternatif, tapi rakyat kecil? boro-boro milih, yg minimalis saja tidak terjangkau. Memang semuanya merugi, dari rakyat kecil sampai yg kaya, semuanya merugi, tapi bukan berarti tidak ada solusi. Satu kata kunci kenapa saya setuju dengan kenaikan harga BBM adalah harapan kesetimbangan harga
baru pasar tanah air
alon-alon bisa berkompetisi dengan dunia internasional. Itu saja.