I started smoking when I was Junior Highscool. Merokoknya masih sebatang dua batang dengan gaya: sekali isep cuih cuih, isep lagi cuih cuih. Pahit! Rasanya gak enak! Awalnya nyoba2 plus ngegaya, kalo dipikir2 lagi: Apa gayanya? Dasar remaja! Tapi lama kelamaan keterusan. Mamah bapak di rumah awalnya gak tau, sampai suatu ketika mulai curiga menemukan bercak kuning di seragam putih SMA. Jaman SMA, duit pas-pasan, hanya mampu beli sebatang dua batang rokok, terus disimpen di kantung seragam putih. Tembakaunya alon alon berjatuhan lah. Ibu Bapak sekalian *iklan layanan masyarakat*, silahkan cek seragam anak2 anda, siapa tau ada bercak kuning tembakau di seragamnya, then you better investigate further. Jangan dimarahi, berikan penjelasan tentang bahaya merokok, biarkan mereka sadar tentang bahayanya.
Sampai detik ini, aku belum pernah dgn sengaja merokok di hadapan kedua orang tua. Aku hormati keinginannya bahwa diriku seharusnya tidak boleh merokok.
Sampai jaman kuliah masih belum jera juga keep poisoning my body with nicotine. Yg ini alasannya lain lagi, obat stress setiap hari Rabu manakala harus ujian di GKU. Nangkring di warung si bibi bawah tangga. Kalkulus, Kidas, Fidas and more, sangat melelahkan.
Aku merokok but no way kopi. I prefer milk or tea or orange juice.
Once I had interview for my job somewhere in front of para bos:
Pertanyaan serius terlahap sudah, sampai akhirnya muncul pertanyaan dari seorang bos, let say Juragan 5, karena ada Juragan 1, 2, 3 sampai 10 lebih. Saya sebut Juragan 5, karena berdasarkan tingkatan level, bisa dikatakan beliau ada di peringkat 5. Bos untuk salah satu divisi.
"Saya dengar kamu merokok?"
"Benar Pak"
"Saat ini, di divisi yg mungkin akan anda masuki, tidak ada yg merokok. Bagaimana tanggapan anda?"
Dalam hati what a question.
Kalo sudah masuk pertanyaan konyol begini tandanya sudah habis pertanyaan serius. Be happy with that! 99% anda pasti diterima kerja. Apa lagi yg mau ditanya! "hmmm ... *berusaha mencari jawaban konyol juga*", sampai akhirnya datang bantuan dari Juragan 1, yg aku tahu secara pasti tidak pernah lepas dari gaya rokok gayemannya.
"Juragan 5, sejak umur berapa masuk kerja sini, saya tahu Bapak merokok waktu itu?"
Interview berubah menjadi percakapan tidak serius antara dua juragan (Juragan 1 dan Juragan 5 red.). Juragan 5 menjawab, "Sejak umur 23 tahun Pak."
"Kapan berhenti merokok?"
"Umur 37"
Juragan 1 mulai bertanya kepada ku, "Marriot *beliau, Juragan 1 (almarhum) paling suka memanggil ku Marriot* ... berapa umur kamu saat ini?"
"22 Pak"
"37 kurang 23 sama dengan 14 tahun toh *logat Jawa*. 22 tambah 14 sama dengan 36 tahun. Si Marriot ini masih punya waktu sampai umur 36 tahun untuk merokok di tempat ini. Sama dengan kamu Juragan 5!"
Dalam seketika, ruangan berubah menjadi arena dagelan.
Well I ever stopped smoking for about 7 months when I was 23. Waktu itu, my Ex tidak suka aku kecanduan merokok, padahal dia sendiri social smoker (baca: sewaktu2 bisa merokok tergantung lingkungan). Berawal dari perkataanku bahwasanya
I'm not addicted with cigarette, I can stop it whenever I want to. Satu bungkus Marlboro yg baru terhisap dua batang. Dia ambil dari genggamanku, dibuka isinya, dipatahkan semuanya, dibuang ke tempat sampah.
"Sekarang coba berhenti merokok!" Hei hei hei tidak tahu dia, bahwa rokok hanyalah sebuah rokok, tidak akan pernah bisa melebihi the big L hehehe
Stop! The last sentence is just intermezzo, norak amat berhenti ngerokok hanya karena cinta. Akhirnya aku berhenti merokok. You see I'm not addicted with cigarette. Sampai akhirnya kita putus, dan aku masih belum merokok.
Now I keep poisoning my body with nicotine again. However, for those who are not smoking. Please don't even try to taste cigarette. It's not good for yr health. Let me and other smokers have it.